Ku turun dari mobil berwarna merah milik kakaku itu. Terlihat di depanku istana penuh sejarah. Walau sudah reyot, tapi istanaku ini begitu ku rindukan. Ya, istana itu adalah rumahku. Rumah yang menjadi saksi sejarah keberhasilan kakakku. Rumah reyot ini juga yang menjadi sejarah dalam kehidupanku bersama Ummi. Rumah yang atapnya sudah banyak yang melorot, lantainya hanya berdasar coran semen, dan dindingnya pun masih terbuat dari bilik bambu. Tapi walaupun begitu, rumahku ini bagaikan surga untukku.
Hawa dingin menyambutku ketika ku buka pintu rumah lamaku ini. Tak ada yang berubah. Semuanya masih sama seperti dulu. Ketika ku masuk, kakakku memanggilku. “An, kakak ke rumah Bulik dulu ya? gak enak kalau nggak mampir.” “Iya mas. Nanti aku nyusul.” Jawabku. “Gampang lah nanti nyusul. Masih ada sesuatu yang ingin aku lakukan disini.” Gumamku.
Ku langkahkan kakiku memasuki rumah. Mataku tertuju kepada pintu kamar usang yang terletak di pojok rumah. “Itu kamar Ummi” Fikirku. Ku masuk ke kamar Ummi. Kuedarkan pandangan ke sekeliling kamar. “Yup! akhirnya aku temukan.” Ku langkahkan kaki menuju lemari plastik yang ada di pojok kamar. Dengan tegang ku buka lemari itu. Kulihat, sebuah kain usang yang masih tersimpan rapi disana. Tak terasa air mataku meleleh. Aku merindukan Ummi. Aku merindukan kehangatan dan kelembutan belaian Ummi. Apa Ummi baik-baik saja disana? Apa Ummi masih mengingatku? Entahlah. Tapi kain ini benar-benar telah mengingatkanku padanya.
Ku ingat masa-masa indahku hidup bersama Ummi. Ummi ku seorang yang tegar dan pekerja keras. Setelah Abikku meninggal karena serangan jantungnya, Ummi terpaksa menjadi kepala keluarga sekaligus ibu bagiku dan kakaku, Ahmad. Ummi bekerja sebagai buruh di industri makanan kecil di desaku. Karena industri ini hanya industri rumahan, jadi gaji yang Ummi terima hanya cukup untuk makan satu hari saja. Aku tak tega melihat Ummi ku bekerja terus menerus demi menghidupi kami. Maka, sering aku membantu Ummi dengan berjualan es lilin milik tetanggaku. Aku menjajakannya di sekolah. Setiap pagi akau mengambil es ke tetanggaku terlebih dahulu sebelum aka berangkat sekolah. Bayangkan teman. Seorang anak perempuan yang baru berumur 14 tahun dan masih duduk di bangku SMP sepertiku harus membawa beban 10 kg di tanganku. Apalagi jika dilihat dari jarak tempuh yang aku lalui untuk berangkat sekolah. Untung kakaku baik. Setiap pagi dia selalu membantuku membawakannya sampai sekolah. Capek memang. Karena kami dulu tak punya sepeda seperti yang lain. Jadi kami harus berjalan kaki melewati jalan terjal dan sesekali menanjak itu dengan membawa beban yang berat di tangan kami. Tapi, ini demi Ummi. Ummi telah bekerja keras untuk kami. Maka, kami harus membantunya. Kasihan Ummi.
Ah.. jadi kuingat. Hari itu sehabis shalat ‘isya berjama’ah di rumah, Ummi memberikan nasehat untukku dan kakakku yang hingga kini masih terngiang-ngian di telingaku. “Allah itu Maha Adil nak. Walau kita tidak dikasih materi seperti yang lain, tapi Ummi masih tetap bersyukur karena Allah telah memberikan anak yang sholeh dan sholeha seperti kalian. Kalian ingat kan pengajian Ustadz Rahmat tentang penciptaan laki-laki dan perempuan kemarin malam?” Kami menggeleng. Ummi hanya tersenyum. Karena Ummi tahu kami ketiduran saat pengajian itu berlangsung. “Dengarkan baiki-baik nak. Laki-laki itu diciptakan memiliki jantung, otot, tulan dan organ lainnya itu lebih besar dari perempuan. Karena apa? Karena laki-laki juga diberi tanggung jawab yang besar pula. Seperti menjadi kepala keluarga, imam, dan lain-lain. Ingat juga nak. Kalian tahu kan perempuan itu diciptakan dari tulan rusuk laki-laki. Kalian tahu kenapa harus tulang rusuk? Kenapa bukan tulan yang lainnya?” Kami kembali menggeleng. “Perempuan tidak dibuat dari tulang kepala karena perempuan tidak di takdirkan menjadi pemimpin. Perempuan juga tidak dibuat dari tulang kaki karena perempuan itu tidak di takdirkan untuk diinjak-injak oleh laki-laki. Perempuan diciptakan oleh tulang rusuk karena tulang rusuk itu letaknya dekat dengan hati. Jadi perempuan itu ditakdirkan untuk dilindungi dan dijaga dengan baik. Maka Ahmad, jika besok Ummi meninggal, tolong jaga Anna ya?”
“Loh, kok Ummi bilang begitu?” Tukas kak Ahmad
“Ummi kan juga manusia. Suatu saat Ummi juga akan meninggal menyusul Abi. Ingat nak di dunia ini tidak ada yang kekal kecuali yang Maha Kekal yaitu Allah SWT.” Jawab Ummi.
Ummi memang seorang yang cerdas. Aku bangga memiliki Ummi.
“Bagaimana Ahmad? Kamu mau janji kan sama Ummi?” Lanjut Ummi
“Ya Ummi. Ahmad Janji.” Jawab kak Ahmad
“Nah, kan Ummi jadi tenang” Lalu Ummi memeluk kami berdua.
Seperti biasa ketika adzan Subuh, Kami shalat berjama’ah. Setelah shalat, biasanya aku dan kakak membantu pekerjaan Ummi. Tapi hari ini Ummi melarang kami.
“Mandilah kalian. Biar Ummi kerjakan sendiri”
“Kenapa Mi?” Tanyaku heran
“Tak apa-apa. Mandilah. Ummi akan persiapkan sarapan spesial untuk kalian” Jawab Ummi.
“Kak, Ummi agak aneh.” Kataku sembari kami berjalan menuju kamar.
“Iya, Kenapa ya?”
“Entahlah” Jawabku pendek.
”Anna, Ahmad sini sarapan.” Panggil Ummi.
“Wah nasi goreng Ummi. Tumben Ummi masak makanan spesial. Ada apa Ummi?” Kata kakak sembari melahap nasi gorengnya.
“Tak apa. Makanlah yang banyak.”
“Ummi, kami berangkat.” Kataku setelah kami sarapan
“Iya hati-hati di jalan ya?”
“Iya Ummi, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam” Kata Ummi sambil tersenyum. Senyum yang sangat manis.
Teng… Teng… Teng… Teng… Teng…
Lonceng berbunyi 5 kali menandakan waktu pulang tiba. Alhamdulilah es yang aku bawa hari ini habis. Jadi aku bisa mendapat uang tambahan. Seperti biasa kakakku selalu menungguku di depan gerbang. Karena kebetulan sekolah kami berdekatan.
“Gimana? Habis?” Tanya kakak.
“Alhamdulilah. Habis” Jawabku senang.
“Ummi pasti senang.”
“Iya” Jawabku.
Ketika kami sampai di dekat rumah, “Lho kok ada bendera kuning?” Kata kakak.
“Jangan-jangan…” Kami langsung berlari. Kudapati Paklik di depan pintu rumah.
“Ada apa Paklik! Ummi mana! Ummi mana!” Kata kakak. Aku tahu dia pasti sangat khawatir.
“Ummi mu, meninggal dunia nak. Kata dokter Ummi mu terkena serangan jantung.”
“Apa?!” Kataku spontan. Tiba-tiba Blepp!!! Gelap.
Ku terbangun dari pingsanku. “Ummi… Ummii…” hanya kata itu yang bisa aku ucapkan. Kak Ahmad mendekatiku dan memelukku. “Ummi Cuma tidur kan kak? Ayo kak bangunkan Ummi. Ayo kak! aku ingin memberikan hasil kerjaku! ayo kak!” Teriakku.
“Tenang Anna. Tenang. Ada kakak disini…”
Aku hanya dapat menangis di pelukan kakak.
BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN…
Setelah Ummi telah tiada, kami tinggal di rumah Paklik kami. Paklik kami lah yang membantu kami membiayai sekolah. Setelah SMA, kakak melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi. Kakak sangat terobsesi dengan dunia kedokteran. Maka mengambil jurusan kedokteran. Kami tahu biayanya sangat mahal. Tapi untungnya kaka mendapatkan beasiswa dari sekolah. Jadi kami tidak memikirkan biaya sekolah kakak. Kakak kembali melanjutkan S2 nya di jurusan spesialis jantung. Karena kakak ingin menyembuhkan penyakit jantung yang telah merenggut nyawa orangtua kami. Sekarang, kakak sudah sukses. Kakak sekarang sudah dipanggil dr. Ahmad. Kakak sudah memiliki rumah dan mobil sendiri. Aku sangat bangga kepadanya. Kalau aku, Sekarang aku sedang kuliah di salah satu Perguruan Tinggi dengan jurusan pendidikan. Sejak aku kuliah, aku pindah ke rumah kakak di kota. Tapi sebetulnya aku tak ingin pindah. Karena disini banyak kenangan indah yang tak mungkin kulupakan begitu saja.
Suatu malam aku bermimpi. Aku bertemu dengan Ummi. Di mimpiku Ummi hanya berkata “Pulanglah nak, lihat dan buka lemari Ummi” Mimpi itu terjadi berulang-ulang. Akhirnya ketika libur tiba, kami memutuskan untuk pulang. Dan kini aku telah pulang. Setelah ku buka lemari Ummi, aku hanya mendapati jilbab kesayangan Ummi. Jilbab yang merupakan warisan dari nenek Ummi. Jilbab yang sangat indah bila dipakai di wajah Ummi. Di sampingnya ada sehelai kertas. Entah kertas apa aku tak tahu. Ketika ku baca, ternyata surat wasiat dari Ummi. Begini isinya…
ASSALAMU’ALAIKUM WR.WB
Nak..
Setelah kalian baca surat ini, mungkin Ummi sudah tiada. Tapi yakinlah, Ummi akan selalu mendoakakn yang terbaik untuk kalian. Ummi hanya berpesan, tetaplah ingat pada ALLAH ya nak, Ummi yakin Allah akan selalu melindungi kalian.
Untuk Ahmad Nabeh annakku…
Ummi tak bisa kasih kamu apa-apa. Rumah ini pun bukan punya Ummi. Tapi punya Paklik mu. Maaf ya nak, Tapi Ummi akan selalu mendoakanmu
Untuk Anna Shofiyah putriku…
Ku cantik nak, Kau lebih pantas memakai baju yang ada di toko dari pada baju butut mu itu. Tapi sayang. Ummi tak punya uang. Maka Umi titipkan Jilbab kesayangan Ummi untukmu. Jilbab itu warisan dari nenek Ummi. Tolong jaga ya?
Ummi tak bisa kasih apa-apa. Tapi yang pasti Ummi sayamg kalian
WASSALAMU’ALAIKUM WR.WB
DARI
UMMI…
Air mataku meleleh membaca surat Ummi. Jilbab yang ada di genggamanku ku peluk erat. “Terimakasih Ummi…” Kataku tanpa sadar
Senja turun dengan damainya. Dengan diiringi kicauan burung yang berlari kembali ke sarangnya. Di suatu tempat yang indah, seorang wanita cantik tersenyum melihat tingkah laku putri manisnya di kamar pribadinya itu. Senyum yang begitu menawan. Sampai-sampai bidadari pun terkesima melihat senyumnya. Seorang laki-laki tampan memegang pundak wanita itu dan ikut melihat apa yang sedang dilihat bidadarinya saat di dunia itu ketika di dunia itu. Lelaki itu pun tersenyum. Tanpa sadar wanita itu pun berkata “Kami menyayangimu anak ku….”
SELESAI
Oleh : “An, sudah sampai.” Kata kakakku membangunkanku. “Oh, udah sampai rumah?” Tanyaku kebingungan. “Iya adikku.” Jawabnya.
Ku turun dari mobil berwarna merah milik kakaku itu. Terlihat di depanku istana penuh sejarah. Walau sudah reyot, tapi istanaku ini begitu ku rindukan. Ya, istana itu adalah rumahku. Rumah yang menjadi saksi sejarah keberhasilan kakakku. Rumah reyot ini juga yang menjadi sejarah dalam kehidupanku bersama Ummi. Rumah yang atapnya sudah banyak yang melorot, lantainya hanya berdasar coran semen, dan dindingnya pun masih terbuat dari bilik bambu. Tapi walaupun begitu, rumahku ini bagaikan surga untukku.
Hawa dingin menyambutku ketika ku buka pintu rumah lamaku ini. Tak ada yang berubah. Semuanya masih sama seperti dulu. Ketika ku masuk, kakakku memanggilku. “An, kakak ke rumah Bulik dulu ya? gak enak kalau nggak mampir.” “Iya mas. Nanti aku nyusul.” Jawabku. “Gampang lah nanti nyusul. Masih ada sesuatu yang ingin aku lakukan disini.” Gumamku.
Ku langkahkan kakiku memasuki rumah. Mataku tertuju kepada pintu kamar usang yang terletak di pojok rumah. “Itu kamar Ummi” Fikirku. Ku masuk ke kamar Ummi. Kuedarkan pandangan ke sekeliling kamar. “Yup! akhirnya aku temukan.” Ku langkahkan kaki menuju lemari plastik yang ada di pojok kamar. Dengan tegang ku buka lemari itu. Kulihat, sebuah kain usang yang masih tersimpan rapi disana. Tak terasa air mataku meleleh. Aku merindukan Ummi. Aku merindukan kehangatan dan kelembutan belaian Ummi. Apa Ummi baik-baik saja disana? Apa Ummi masih mengingatku? Entahlah. Tapi kain ini benar-benar telah mengingatkanku padanya.
Ku ingat masa-masa indahku hidup bersama Ummi. Ummi ku seorang yang tegar dan pekerja keras. Setelah Abikku meninggal karena serangan jantungnya, Ummi terpaksa menjadi kepala keluarga sekaligus ibu bagiku dan kakaku, Ahmad. Ummi bekerja sebagai buruh di industri makanan kecil di desaku. Karena industri ini hanya industri rumahan, jadi gaji yang Ummi terima hanya cukup untuk makan satu hari saja. Aku tak tega melihat Ummi ku bekerja terus menerus demi menghidupi kami. Maka, sering aku membantu Ummi dengan berjualan es lilin milik tetanggaku. Aku menjajakannya di sekolah. Setiap pagi akau mengambil es ke tetanggaku terlebih dahulu sebelum aka berangkat sekolah. Bayangkan teman. Seorang anak perempuan yang baru berumur 14 tahun dan masih duduk di bangku SMP sepertiku harus membawa beban 10 kg di tanganku. Apalagi jika dilihat dari jarak tempuh yang aku lalui untuk berangkat sekolah. Untung kakaku baik. Setiap pagi dia selalu membantuku membawakannya sampai sekolah. Capek memang. Karena kami dulu tak punya sepeda seperti yang lain. Jadi kami harus berjalan kaki melewati jalan terjal dan sesekali menanjak itu dengan membawa beban yang berat di tangan kami. Tapi, ini demi Ummi. Ummi telah bekerja keras untuk kami. Maka, kami harus membantunya. Kasihan Ummi.
Ah.. jadi kuingat. Hari itu sehabis shalat ‘isya berjama’ah di rumah, Ummi memberikan nasehat untukku dan kakakku yang hingga kini masih terngiang-ngian di telingaku. “Allah itu Maha Adil nak. Walau kita tidak dikasih materi seperti yang lain, tapi Ummi masih tetap bersyukur karena Allah telah memberikan anak yang sholeh dan sholeha seperti kalian. Kalian ingat kan pengajian Ustadz Rahmat tentang penciptaan laki-laki dan perempuan kemarin malam?” Kami menggeleng. Ummi hanya tersenyum. Karena Ummi tahu kami ketiduran saat pengajian itu berlangsung. “Dengarkan baiki-baik nak. Laki-laki itu diciptakan memiliki jantung, otot, tulan dan organ lainnya itu lebih besar dari perempuan. Karena apa? Karena laki-laki juga diberi tanggung jawab yang besar pula. Seperti menjadi kepala keluarga, imam, dan lain-lain. Ingat juga nak. Kalian tahu kan perempuan itu diciptakan dari tulan rusuk laki-laki. Kalian tahu kenapa harus tulang rusuk? Kenapa bukan tulan yang lainnya?” Kami kembali menggeleng. “Perempuan tidak dibuat dari tulang kepala karena perempuan tidak di takdirkan menjadi pemimpin. Perempuan juga tidak dibuat dari tulang kaki karena perempuan itu tidak di takdirkan untuk diinjak-injak oleh laki-laki. Perempuan diciptakan oleh tulang rusuk karena tulang rusuk itu letaknya dekat dengan hati. Jadi perempuan itu ditakdirkan untuk dilindungi dan dijaga dengan baik. Maka Ahmad, jika besok Ummi meninggal, tolong jaga Anna ya?”
“Loh, kok Ummi bilang begitu?” Tukas kak Ahmad
“Ummi kan juga manusia. Suatu saat Ummi juga akan meninggal menyusul Abi. Ingat nak di dunia ini tidak ada yang kekal kecuali yang Maha Kekal yaitu Allah SWT.” Jawab Ummi.
Ummi memang seorang yang cerdas. Aku bangga memiliki Ummi.
“Bagaimana Ahmad? Kamu mau janji kan sama Ummi?” Lanjut Ummi
“Ya Ummi. Ahmad Janji.” Jawab kak Ahmad
“Nah, kan Ummi jadi tenang” Lalu Ummi memeluk kami berdua.
Seperti biasa ketika adzan Subuh, Kami shalat berjama’ah. Setelah shalat, biasanya aku dan kakak membantu pekerjaan Ummi. Tapi hari ini Ummi melarang kami.
“Mandilah kalian. Biar Ummi kerjakan sendiri”
“Kenapa Mi?” Tanyaku heran
“Tak apa-apa. Mandilah. Ummi akan persiapkan sarapan spesial untuk kalian” Jawab Ummi.
“Kak, Ummi agak aneh.” Kataku sembari kami berjalan menuju kamar.
“Iya, Kenapa ya?”
“Entahlah” Jawabku pendek.
”Anna, Ahmad sini sarapan.” Panggil Ummi.
“Wah nasi goreng Ummi. Tumben Ummi masak makanan spesial. Ada apa Ummi?” Kata kakak sembari melahap nasi gorengnya.
“Tak apa. Makanlah yang banyak.”
“Ummi, kami berangkat.” Kataku setelah kami sarapan
“Iya hati-hati di jalan ya?”
“Iya Ummi, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam” Kata Ummi sambil tersenyum. Senyum yang sangat manis.
Teng… Teng… Teng… Teng… Teng…
Lonceng berbunyi 5 kali menandakan waktu pulang tiba. Alhamdulilah es yang aku bawa hari ini habis. Jadi aku bisa mendapat uang tambahan. Seperti biasa kakakku selalu menungguku di depan gerbang. Karena kebetulan sekolah kami berdekatan.
“Gimana? Habis?” Tanya kakak.
“Alhamdulilah. Habis” Jawabku senang.
“Ummi pasti senang.”
“Iya” Jawabku.
Ketika kami sampai di dekat rumah, “Lho kok ada bendera kuning?” Kata kakak.
“Jangan-jangan…” Kami langsung berlari. Kudapati Paklik di depan pintu rumah.
“Ada apa Paklik! Ummi mana! Ummi mana!” Kata kakak. Aku tahu dia pasti sangat khawatir.
“Ummi mu, meninggal dunia nak. Kata dokter Ummi mu terkena serangan jantung.”
“Apa?!” Kataku spontan. Tiba-tiba Blepp!!! Gelap.
Ku terbangun dari pingsanku. “Ummi… Ummii…” hanya kata itu yang bisa aku ucapkan. Kak Ahmad mendekatiku dan memelukku. “Ummi Cuma tidur kan kak? Ayo kak bangunkan Ummi. Ayo kak! aku ingin memberikan hasil kerjaku! ayo kak!” Teriakku.
“Tenang Anna. Tenang. Ada kakak disini…”
Aku hanya dapat menangis di pelukan kakak.
BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN…
Setelah Ummi telah tiada, kami tinggal di rumah Paklik kami. Paklik kami lah yang membantu kami membiayai sekolah. Setelah SMA, kakak melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi. Kakak sangat terobsesi dengan dunia kedokteran. Maka mengambil jurusan kedokteran. Kami tahu biayanya sangat mahal. Tapi untungnya kaka mendapatkan beasiswa dari sekolah. Jadi kami tidak memikirkan biaya sekolah kakak. Kakak kembali melanjutkan S2 nya di jurusan spesialis jantung. Karena kakak ingin menyembuhkan penyakit jantung yang telah merenggut nyawa orangtua kami. Sekarang, kakak sudah sukses. Kakak sekarang sudah dipanggil dr. Ahmad. Kakak sudah memiliki rumah dan mobil sendiri. Aku sangat bangga kepadanya. Kalau aku, Sekarang aku sedang kuliah di salah satu Perguruan Tinggi dengan jurusan pendidikan. Sejak aku kuliah, aku pindah ke rumah kakak di kota. Tapi sebetulnya aku tak ingin pindah. Karena disini banyak kenangan indah yang tak mungkin kulupakan begitu saja.
Suatu malam aku bermimpi. Aku bertemu dengan Ummi. Di mimpiku Ummi hanya berkata “Pulanglah nak, lihat dan buka lemari Ummi” Mimpi itu terjadi berulang-ulang. Akhirnya ketika libur tiba, kami memutuskan untuk pulang. Dan kini aku telah pulang. Setelah ku buka lemari Ummi, aku hanya mendapati jilbab kesayangan Ummi. Jilbab yang merupakan warisan dari nenek Ummi. Jilbab yang sangat indah bila dipakai di wajah Ummi. Di sampingnya ada sehelai kertas. Entah kertas apa aku tak tahu. Ketika ku baca, ternyata surat wasiat dari Ummi. Begini isinya…
ASSALAMU’ALAIKUM WR.WB
Nak..
Setelah kalian baca surat ini, mungkin Ummi sudah tiada. Tapi yakinlah, Ummi akan selalu mendoakakn yang terbaik untuk kalian. Ummi hanya berpesan, tetaplah ingat pada ALLAH ya nak, Ummi yakin Allah akan selalu melindungi kalian.
Untuk Ahmad Nabeh annakku…
Ummi tak bisa kasih kamu apa-apa. Rumah ini pun bukan punya Ummi. Tapi punya Paklik mu. Maaf ya nak, Tapi Ummi akan selalu mendoakanmu
Untuk Anna Shofiyah putriku…
Ku cantik nak, Kau lebih pantas memakai baju yang ada di toko dari pada baju butut mu itu. Tapi sayang. Ummi tak punya uang. Maka Umi titipkan Jilbab kesayangan Ummi untukmu. Jilbab itu warisan dari nenek Ummi. Tolong jaga ya?
Ummi tak bisa kasih apa-apa. Tapi yang pasti Ummi sayamg kalian
WASSALAMU’ALAIKUM WR.WB
DARI
UMMI…
Air mataku meleleh membaca surat Ummi. Jilbab yang ada di genggamanku ku peluk erat. “Terimakasih Ummi…” Kataku tanpa sadar
Senja turun dengan damainya. Dengan diiringi kicauan burung yang berlari kembali ke sarangnya. Di suatu tempat yang indah, seorang wanita cantik tersenyum melihat tingkah laku putri manisnya di kamar pribadinya itu. Senyum yang begitu menawan. Sampai-sampai bidadari pun terkesima melihat senyumnya. Seorang laki-laki tampan memegang pundak wanita itu dan ikut melihat apa yang sedang dilihat bidadarinya saat di dunia itu ketika di dunia itu. Lelaki itu pun tersenyum. Tanpa sadar wanita itu pun berkata “Kami menyayangimu anak ku….”
SELESAI
Cerpen Karangan: Fitah Tisngatun Wulandari
Facebook: Fitah Althafunnissa
Sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-islami-religi