Ketika nama Surakarta di deklarasikan oleh Pakoe Buwono 2, terdapat beberapa prasasti yang hingga saat ini masih ada, setidaknya ada tiga tonggak sejarah pendeklarasian nama Sala menjadi Surakarta. Namun selama ini masyarakat luas lebih mengenal sebutan Solo daripada nama resminya Kotamadya Surakarta, kota terbesar nomor dua di Jawa Tengah setelah Semarang, ini berkembang dari nama Sala yaitu sebuah desa yang dahulu penuh rawa.
Desa Sala sendiri dan sekitarnya mulai ramai dan berubah menjadi sebuah kota sejak 20 Februari 1745 (17 Suro 1745, yaitu sejak berpindahnya pusat pemerintahan Mataram dari Keraton Kartasura ke Sala yang lantas dikenal dengan nama Keraton Surakarta Hadiningrat. Daerah yang digunakan sebagai tempat pusat pemerintahan yang baru ini disebut Sala, lantaran di desa ini waktu itu pernah hidup seorang tokoh masyarakat yang bijaksana bernama Kyai Sala. Selain itu desa ini juga berawa-rawa dan penuh pohon sala yaitu pohon tom atau nila, namun ada juga yang menyebut pohon sala sejenis pohon pinus.
Kendati berangkat dari nama Sala yang dilafalkan dengan Legena seperti mengucapkan Ponorogo atau Sitobondo, tetapi pada kenyataannya sampai sekarang masyarakat pada umumnya menyebut dengan Solo dilafalkan dengan Taling Tarung seperti mengucapkan Tokyo atau Jago. Bukan hanya masyarakat luar kota namun warga dalam Kota Surakarta sendiri menyebut Solo bahkan nama-nama yang menggambarkan identitas di daerah ini juga sangat mendukungnya. Taruhlah seperti Timlo Solo, Umuk Solo, Lontong Solo atau Wong Solo.
Menurut para pini sepuh sebutan Sala menjadi Solo katanya akibat kesalahan orang-orang Eropa dalam menyebut nama kota ini karena memang lidah mereka tidak seluwes lidah orang Indonesia. Bahkan orang Belanda lebih parah lagi, mengucapkan Sala menjadi Solo.
Bukan hanya orang asing saja tetapi sampai sekarang masyarakat Indonesia pada umumnya salah kaprah menyebut Solo untuk Surakarta. Padahal usaha untuk lebih memasyarakatkan nama resminya yaitu Surakarta telah dilakukan dengan berbagai upaya, antara lain dalam peta bumi dan paket pariwisata tertulis dengan nama Surakarta. Tetapi rupanya Kota Solo lebih mudah dilafalkan orang daripada nama resminya sendiri. Penggunaan nama Solo dalam pandangan marketing memang terdengar lebih akrab, lebih menjual, lebih mudah diingat dalam pengucapannya.
Kota Surakarta (Hanacaraka: juga disebut Solo atau Sala ) adalah kota yang terletak di provinsi Jawa Tengah, Indonesia yang berpenduduk 503.421 jiwa (2010) dan kepadatan penduduk 13.636/km2. Kota dengan luas 44 km2 ini berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. Sisi timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong, Bengawan Solo. Bersama dengan Yogyakarta, Solo merupakan pewaris Kerajaan Mataram yang dipecah pada tahun 1755.
Surakarta terletak di dataran rendah di ketinggian 105 m dpl dan di pusat kota 95 m dpl, dengan luas 44,1 km2 (0,14 % luas Jawa Tengah). Surakarta berada sekitar 65 km timur laut Yogyakarta dan 100 km tenggara Semarang serta dikelilingi oleh Gunung Merbabu dan Merapi (tinggi 3115m) di bagian barat, dan Gunung Lawu (tinggi 2806m) di bagian timur. Agak jauh di selatan terbentang Pegunungan Sewu. Tanah di sekitar kota ini subur karena dikelilingi oleh Bengawan Solo, sungai terpanjang di Jawa, serta dilewati oleh Kali Anyar, Kali Pepe, dan Kali Jenes. Mata air bersumber dari lereng gunung Merapi, yang keseluruhannya berjumlah 19 lokasi, dengan kapasitas 3.404 l/detik. Ketinggian rata-rata mata air adalah 800-1.200 m dpl. Pada tahun 1890 – 1827 hanya ada 12 sumur di Surakarta. Saat ini pengambilan air bawah tanah berkisar sekitar 45 l/detik yang berlokasi di 23 titik. Pengambilan air tanah dilakukan oleh industri dan masyarakat, umumnya ilegal dan tidak terkontrol.
Sampai dengan Maret 2006, PDAM Surakarta memiliki kapasitas produksi sebesar 865,02 liter/detik. Air baku berasal dari sumber mata air Cokrotulung, Klaten (387 liter/detik) yang terletak 27 km dari kota Solo dengan elevasi 210,5 di atas permukaan laut dan yang berasal dari 26 buah sumur dalam, antara lain di Banjarsari, dengan total kapasitas 478,02 liter/detik. Selain itu total kapasitas resevoir adalah sebesar 9.140 m3.Dengan kapasitas yang ada, PDAM Surakarta mampu melayani 55,22% masyarakat Surakarta termasuk kawasan hinterland dengan pemakaian rata-rata 22,42 m3/bulan.
Tanah di Solo bersifat pasiran dengan komposisi mineral muda yang tinggi sebagai akibat aktivitas vulkanik Merapi dan Lawu. Komposisi ini, ditambah dengan ketersediaan air yang cukup melimpah, menyebabkan dataran rendah ini sangat baik untuk budidaya tanaman pangan, sayuran, dan industri, seperti tembakau dan tebu. Namun demikian, sejak 20 tahun terakhir industri manufaktur dan pariwisata berkembang pesat sehingga banyak terjadi perubahan peruntukan lahan untuk kegiatan industri dan perumahan penduduk.
Menurut klasifikasi iklim Koppen, Surakarta memiliki iklim muson tropis. Sama seperti kota-kota lain di Indonesia, musim hujan di Solo dimulai bulan Oktober hingga Maret, dan musim kemarau bulan April hingga September. Rata-rata curah hujan di Solo adalah 2.200 mm, dan bulan paling tinggi curah hujannya adalah Desember, Januari, dan Februari. Suhu udara relatif konsisten sepanjang tahun, dengan suhu rata-rata 30 derajat Celsius. Suhu udara tertinggi adalah 32,5 derajat Celsius, sedangkan terenda adalah 21,0 derajat Celsius. Rata-rata tekanan udara adalah 1010,9 MBS dengan kelembaban udara 75%. Kecepatan angin 4 Knot dengan arah angin 240 derajat.
Salah satu sensus paling awal yang dilakukan di wilayah Karesidenan Surakarta (Residentie Soerakarta) pada tahun 1885 mencatat terdapat 1.053.985 penduduk, termasuk 2.694 orang Eropa dan 7.543 orang Tionghoa. Wilayah seluas 5.677 km² tersebut memiliki kepadatan 186 penduduk/km². Ibukota karesidenan tersebut sendiri pada tahun 1880 memiliki 124.041 penduduk.
Jumlah penduduk kota Surakarta pada tahun 2010 adalah 503.421 jiwa, terdiri dari 270.721 laki-laki dan 281.821 wanita, yang tersebar di lima kecamatan yang meliputi 51 kelurahan dengan daerah seluas 44,1 km2. Perbandingan kelaminnya 96,06% yang berarti setiap 100 orang wanita terdapat 96 orang laki-laki. Angka ketergantungan penduduknya sebesar 66%. Catatan dari tahun 1880 memberikan cacah penduduk 124.041 jiwa. Pertumbuhan penduduk dalam kurung 10 tahun terakhir berkisar 0,565 % per tahun.Tingkat kepadatan penduduk di Surakarta adalah 11.370 jiwa/km2, yang merupakan kepadatan tertinggi di Jawa Tengah (kepadatan Jawa Tengah hanya 992 jiwa/km2).
Jika dibandingkan dengan kota lain di Indonesia, kota Surakarta merupakan kota terpadat di Jawa Tengah dan ke-8 terpadat di Indonesia, dengan luas wilayah ke-13 terkecil, dan populasi terbanyak ke-22 dari 93 kota otonom dan 5 kota administratif di Indonesia.
Obyek/Tempat Wisata Terkenal Di Solo
1. Keraton Surakarta Hadiningrat
Keraton yang didirikan pada tahun 1744 oleh Susuhunan Pakubuwono II ini teletak di dekat alun alun Surakarta. Keraton ini buka setiap hari untuk umum. Di halaman area keraton yang berpasir dan ternyata pasir tersebut diambil dari laut selatan. Didalam terdapat sebuah museum tempat menyimpan barang barang peninggalan sejarah yang menceritakan sejarah kota Solo seperti kereta kuda, pakaian raja raja terdahulu, dan peralatan perang. Kita bisa menjelajahi keraton Solo ini menggunakan guide atapun dengan berjalan sendiri.
2. Pura Mangkunegaran
Tempat adalah sebagai kediaman Sri Paduka Mangkunagara yang didirikan tahun 1757. Bentuk pura Mangkunegaran ini layaknya keraton, namu dengan ukuran yang lebih kecil. Bangunan ini terbuat dari kayu jati utuh. Di tempat ini kita bisa melihat berbagai koleksi sejarah seperi peralatan tari, wayang, gamelan dan barang barang bersejarah lainnya.
Selain 2 tempat diatas ada beberapa tempat wisata sejarah lain seperti :
3. Candi Sukuh
4. Candi Cetho
5. Museum manusia Purba yang ada di Sangiran Sragen
6. Museum Batik Kuno Danar Hadi
7. Museum Pers
Tempat Wisata Alam di Solo
- Sungai Bengawan Solo
- Air terjun Grojogan Sewu
- Air Terjun Segoro Gunung
- Air Terjun Parang Ijo
- Pegunungan Tawang Mangu
- Gunung Kemukus Yang ada di Sragen
- Waduk Gajah Mungkur
- SSB (Solo Selo Borobudur)
- Sondokoro
- Taman Balekambang. Taman yang terletak di belakang Stadion Manahan Solo ini menawarkan suasana yang sejuk karena kita duduk ditemani rindangnya pepehonan dan terdapat juga kolam ikan dan kandang rusa. untuk dapat menikmati taman ini pengunjung tidak dikenakan biaya alias gratis, tapi pada saat event event tertentu akan dikenakan biaya masuk
Tempat Wisata Belanja di Solo
- Solo Square (Mal di Solo)
- Pasar Tradisional Klewer – Tempat beli batik murah
- Pasar Triwindu (Pasar Barang Antik)
- Kampung Batik Laweyan
- Pasar Klitikhan Notoharjo.
- Pasar Keris dan Cenderamata Alun-Alun Utara Kraton Solo.
Selain tempat wisata diatas kita bisa mencoba menaiki bisa tingkat seperti di luar negeri untk berkeliling Jalan Kota Solo dan tiap tahun sekali kita bisa melihat parade kostum batik yang diadakan di salah satu jalan yang dinamakan Solo Batik Carnival. Selain SBC, Di Solo juga diadakan acara Sekaten. Sekaten merupaan acara yang bertepatan dengan maulud Nabi Muhammad SAW. Salah satu dari acara Sekaten adalah terdapatnya pasar malam Sekaten. adanya wahana hiburan seperti ombak banyu dan berbagai lapak yang menjual berbagai mainan dan souvenir ada dalam pasar malam ini.Itulah beberapa tempat wisata di Solo yang menarik untuk anda kunjungi.
Kuliner Khas Kota Solo
Cabuk Rambak
adalah makanan dengan menu utama ketupat. Memakai ketupat yang disebut Gendar Janur, karena beras ini dimasak didalam anyaman janur / daun kelapa yang masih muda.
Yang membedakan dengan makanan ketupat di daerah lain adalah bumbunya. Bumbu Cabuk Rambak memakai wijen yang digoreng bersama santan kelapa, cabal, bawang putih, kemiri dan gula merah.
Makanan istimewa ini disantap dengan Karak, sejenis kerupuk dengan bahan dasar beras. Lebih unik lagi, karena untuk menikmati kita mempergunakan lidi.
Pecel Ndeso
Entah mengapa namanya "Pecel Ndoso" yang jelas makanan ini enak sekali.. Sayur pecel tapi makanya mengunakan nasi merah.... ini hanya ada di Kota Solo lho....
Penjual ini mangkal di teras pasar Gede Solo
Dawet Tlasih
Dawet Pasar Gede ini adalah minuman khas Solo yang selalu membuat kangen warga Solo yang telah lama merantau. Sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan minuman dawet lainnya. Tetapi satu yang membuat istimewa dan selalu ingin dinikmati adalah rasanya yang berbeda serta lokasinya yang sudah dikenal banyak orang.
Minuman dengan isi biji telasih, ketan hitam, nangka, bubur sumsum, cendol dengan kuah santan yang diberi pemanis dari gula merah.
Sate Kere
Namanya yang unik tak berbeda pula dengan rasanya. Pada dasarnya pembuatan sate ini sama seperti sate pada umumnya,. Hanya saja sate ini bahannya bukan daging tapi gembus (ampas tahu yang direbus).Maka tak heran jika disebut sate kere
Sate Buntel
Salte Bunte adalah sate kambing khas Kota Solo yang terbuat dari daging kambing yang dicincang, diberi bumbu bawang dan merica dan kemudian di-buntel (dibungkus) dengan lemak kambing. Dimakan bersama kecap, irisan cabe rawit, bawang merah, irisan kol dan tomat.
Tengkleng
Tengkleng merupakan makanan semacam gulai kambing tetapi kuahnya tidak memakai santan. Isi tengkleng adalah tulang-belulang kambing dengan sedikit daging yang menempel, bersama dengan sate usus, sate jerohan, otak dan juga organ-organ lain seperti mata, telinga,pipi kaki dan lain-lain.
Kenikmatan menyantap Tengkleng akan terasa ketika kita menggerogoti sedikit daging yang menempel pada tulang dan mengisap-isap isi tulangnya.
Sumber : http://kotasoloberseri.blogspot.com/p/kuliner-khas-solo.html
http://pamungkaz.net/berbagai-tempat-wisata-di-solo-dan-sekitarnya/
http://suryawisatapkl.blogspot.com/2010/09/asal-usul-kota-solo.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Surakarta