Jumat, 29 November 2013

Pengusaha Muslim: Antara Dilema dan Kewajiban?

Oleh: Haris Islam
Penggiat CIIA di Bidang Kajian Ekonomi Bisnis & Seorang Coach di Bidang Bisnis Syariah

Pengusaha memiliki peranan yang cukup penting dalam kancah kehidupan bermasyarakat. Paling tidak, pengaruh itu terjadi dalam sektor ekonomi. Interaksi ekonomi merupakan pola interaksi masyarakat yang berlandaskan aturan-aturan tertentu. Dan aturan ini menjadi ikatan bagi para pelaku ekonomi. Jika salah satu pihak pelaku ekomoni, misalnya penjual atau pembeli, mengabaikan aturan dalam berinteraksi maka tidak akan terjadi interaksi ekonomi.
Seberapa besar pengaruh sebuah aturan dalam interaksi ekonomi ini? Jawabnya tentu sangatlah besar karena ada atau tidaknya interaksi ekonomi berputar dengan aturan tersebut. Pada kehidupan serba kapitalis seperti sekarang, interaksi ekonomi  di bangun diatas aturan kapitalis. Semua serba kapitalistik. Sebagai contoh adalah transaksi barang yang terjadi harus terikat dengan undang-undang perpajakan. Hampir semua sendi ekonomi negeri ini terikat dengan aturan pajak. Apabila aturan perpajakan ini diabaikan oleh pelaku ekonomi maka negara akan memberikan sanksi terhadap pengusaha tersebut.
Contoh lain; seorang pengusaha harus terikat dengan aturan upah minimum regional (UMR) ketika dia mempekerjakan seseorang. Dan banyak aturan-aturan lain yang mengikat setiap proses interaksi ekonomi.Dan lahirnya regulasi memiliki peranan yang sangat penting. Selama negeri ini menerapkan sistem kapitalis maka regulasi ekonomi yang diterapkan akan berbasis pada kapitalis.Dan regulasi tersebut untuk kepentingan siapa?
Mari kita cerna dengan baik. Disatu sisi negara mendorong pengembangan dunia usaha untuk mendapatkan modal secara mudah melalui perbankan. Dengan kemudahan modal yang didapat ini pengusaha begitu antusias menjalankan usahanya. Namun ketika usaha tersebut berjalan, revenue yang didapat harus dibagi dengan pemberi modal (Bank) tanpa melihat berapa besar biaya operasional yang telah dikeluarkan oleh pengusaha (sistem bagi hasil). Bisa jadi biaya operasional yang dikeluarkan lebih besar dari modal (rugi). Bagaimana pengusaha mau untung jika yang dibagi revenuenya bukan hasilnya. Pemodal pasti tidak akan pernah rugi. Begitu juga ketika pengusaha memperoleh modal dengan cara kredit berbunga (riba). Apabila terjadi inflasi maka Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga Bank Indonesia melalui Politik diskoto. Artinya bunga atas modal yang harus dibayar akan lebih tinggi.
Disisi lain negara berlepas diri dari kesejahteraan rakyatnya. Kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, pangan dan papan sudah tidak lagi menjadi tanggung jawab negara melainkan menjadi tanggung jawab pengusaha melalui mekanisme penetapan UMR. Belum lagi kesehatan, pendidikan, keamanan dan lain sebagainya semua dikonversi dengan uang. Kemudian dimasukkan dalam salah satu unsur atau variabel penetapan UMR. Bahkan ketika pengusaha masih memiliki keuntungan usaha, negara memintanya dengan dalih pajak penghasilan.
Pada kondisi seperti itu rata-rata pengusaha akan bisa bertahan apabila ada regulasi yang diabaikan atau direkayasa. Inilah peluang bagi sekelompok orang untuk melakukan manipulasi, suap, mark up dan segala kecurangan lainnya hanya untuk bisa bertahan. Bagaimana posisi para pengusaha muslim (bukan sekedar identitas tapi koridor Islam menjadi guide dalam interaksi ekonominya)? Akan ada dua kondisi bagi pengusaha muslim yakni : terus mengembangkan bisnis dengan terkadang melakukan cara manipulasi, suap, mark up bahkan riba sekalipun atau tetap berpegang teguh pada prinsip syariat meskipun resikonya bisnis akan stagnan. Bisa anda bayangkan dilemanya jika anda adalah seorang pengusaha muslim yang memiliki Aqidah yang kokoh.
Dan sangat disayangkan, ada sebagian pengusaha muslim justru seolah-olah bersikap pasrah dan berpangku tangan dengan kondisi yang ada. Mereka seperti menikmati kondisi ini, terbiasa dengan perilaku manipulasi, suap, mark up, menipu & riba. Bahkan mereka seperti mengalihkan tanggung jawab atas solusi problem mereka kepada para Ulama dengan melontarkan pertanyaan “Lantas harus bagaimana lagi?”. Pertanyaan ini sebenarnya mengandung arti “legitimasi” atas pelanggaran hukum syara’ yang mereka lakukan dan mengalihkan tanggung jawab untuk memecahkan solusinya kepada orang lain. Ini adalah sikap yang harus dirubah dalam diri pengusaha. Seharusnya pertanyaannya adalah “apa yang harus kami lakukan agar benar-benar bisa keluar dari masalah ini?”.
Jika pertanyaan itu yang diajukan maka pengusaha telah memiliki komitmen untuk berubah. Memiliki semangat untuk melakukan perubahan dengan segala konsekuensi yang akan dihadapi.  Seperti yang telah dijelaskan di bagian atas tulisan ini, bahwa interaksi ekonomi yang terjadi dibangun diatas sebuah aturan. Yakni aturan atau regulasi kapitalisme. Jika kita adalah pengusaha muslim, tentu aturan yang harus kita pakai adalah aturan Islam. Regulasi yang dibangun harus berbasis pada Akidah Islam. Jika tidak, ibarat ikan air tawar yang hidup di air laut. Tidak sesuai dengan habitat hidup kita.
Maka yang bisa dilakukan oleh pengusaha muslim adalah bersama-sama, bahu membahu dan bersatu untuk merubah aturan yang diapakai dalam interaksi ekonomi secara khusus.Bahkan bukan hanya sekedar aturan ekonomi karena kita juga hidup ditengah-tengah masyarakat. Dimana didalam masyarkat selain interaksi ekonomi juga ada interaksi sosial, politik, budaya, pendidikan dll. Semua interaksi itu tentu saling mempengaruhi satu sama lain.
Jadi tugas besar dari seorang pengusaha muslim adalah merubah aturan bermasyarakat dari aturan yang tidak Islami menjadi aturan yang Islami. Dari sistem kapitalisme menjadi sistem Islam. Inilah Visi besar kita sebagai seorang pengusaha muslim. Visi Ideologis bukan hanya untuk usaha dan perut kita saja, melainkan untuk kesejahteraan kita bersama. Tentu apa yang akan kita lakukan ini bukan aktivitas yang tanpa resiko. Didalamnya penuh dengan resiko, paling tapak adalah resiko bisnis bahkan bisa merembet kepada resiko lainnya. Tapi bukankah kita sebagai pengusaha sudah terbiasa mengahadapi resiko. Dan tidak pernah berhenti melangkah hanya gara-gara ada resiko didepan mata. Pengusaha itu tabiatnya memiliki jiwa yang ulet, tangguh, unstopable, kreative dan mampu merubah resiko menjadi sebuah peluang. Jadi tidak mustahil untuk berpikir dan mengayunkan langkah strategis untuk bersatu, bersama-sama, bahu membahu sekuat tenaga MEMBANGUN VISI IDEOLOGIS PENGUSAHA MUSLIM! Mengganti sistem Kapitalis dengan sistem Islam. Wallahu’alam

Ditulis Oleh : sofyan Hari: Jumat, November 29, 2013 Kategori:

Comments
0 Comments
Facebook Comments by Tentang Makna Kata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan komentar dan memberikan tanggapan kamu di posting ini. Kamu juga dapat berlangganan newsletter gratis kami untuk menerima semua posting "Tentang Makna Kata" secara langsung melalui e-mail.